Selasa, 28 Februari 2017

Perencanaan Sumber Daya Manusia

Rangkuman materi kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Selasa, 28 Februari 2017 pukul 18.45 – 20.30 WIB di FISIP UNEJ
Oleh Ibu Dr. Selfi Budi Helpiastusi, S.Sos, M.Si

A    Perencanaan Sumber Daya Manusia
Salah satu definisi klasik tentang perencanaan mengatakan bahwa perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan. Berarti bahwa apabila berbicara tentang perencanaan sumber daya manusia, yang menjadi fokus perhatian adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa bagi organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki bebagai kedudukan, jabatan, dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat, kesemuanya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah dan akan ditetapkan. Kata kunci dalam pengertian di atas adalah ‘tepat’. Tepat dalam hubungan ini harus dilihat secara konekstual dalam arti dikaitkan dengan tiga hal, yaitu penunaian kewajiban sosial organisasi, pencapaian tujuan organisasi, dan pencapaian tujuan-tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.
Menurut Siagian (2003), tuntutan menyelenggarakan fungsi perencanaan sumber daya manusia dengan baik terlihat lebih jelas lagi apabila diingat bahwa dalam usaha mencapai ketiga hal tersebut, setiap organisasi dihadapkan kepada berbagai faktor yang berada di luar kemampuan orgnisasi untuk mengendalikannya. Untuk contoh suatu perusahaan pelayaran tidak dapat mengendalikan harga bahan bakar yang diperlukan dan digunakan dengan jumlah besar dan dioperasikan secara besar pula. Pengusaha yang bersangkutan juga tidak dapat berbuat banyak mengenai permasalahan tersebut. Sebenarnya masih banyak lagi faktor yang mempengaruhi pada perencanaan sumber daya manusia.
Adapun siklus MSDM akan dijelaskan dengan draft sebagai berikut: ada 3 poin dasar atau landasan yang digunakan perusahaan untuk menentukan tindakan apa yang seharusnya segera dilaksanakan atau sekedar direncanakan. Hal tersebut bertujuan untuk memperbaiki kondisi perusahaan yang sudah ada saat ini. Tiga hal tersebut adalah ramalan ekonomi, analisis pasar, dan rencana strategis organisasi. Biasanya masalah ekonomi cenderung digunakan oleh organisasi swasta, sedangkan rencana strategis organisasi cenderung digunakan oleh organisasi publik. Selanjutnya kita akan membahas mengenai latar belakang diadakannya perencanaan SDM, yaitu karena kualitas SDM yang ada saat itu dianggap sudah tidak kompeten atau tidak layak dan perusahaan yang sudah menurun prestasinya, sehingga membutuhkan rencana stuffing. Kemudian kita akan memperjelas lagi dengan menyebutkan beberapa macam dari stuffing. Stuffing sendiri dimaknai dengan pengadaan para pegawai atau bisa disebut juga sebagai perencanaan SDM. Ada beberapa hal yang ada di dalamnya, diantaranya adalah rekrutmen, seleksi, penempatan, promosi, dan transfer.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rekrutmen adalah pengerahan, seleksi adalah pemilihan, promosi adalah kenikan pangkat, dan transfer adalah pindah atau beralih tempat. Peralihan tempat ini dapat dilakukan dengan cara rotasi maupun mutasi yang bertujuan untuk merefresh tenaga kerja. Pengerahan yang diartikan sebagai rekrutmen mempunyai makna bahwa perusahaan membuka lowongan untuk dimasuki oleh orang-orang baru yang kemudian diseleksi atau dipilih dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ditentukan oleh perusahaan tersebut. Kemudian adanya rotasi agar karyawan mempunyai motivasi untuk selalu produktif agar dapat naik pangkat.
Ada dua teknik perencanaan SDM, yaitu teknik ilmiah dan teknik non-ilmiah. Teknik ilmiah adalah perencanaan SDM dilakukan berdasarkan atas hasil analisis data, informasi, peramalan, dan perencaan yang baik, sedangkan teknik non-ilmiah mempunyai makna bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan pada pengalaman, imajinasi, dan perkiraan saja.

Demikian materi kuliah MSDM kali ini, semoga bermanfaat. Saling sharing ilmu saja, apabila dirasa ada yang kurang, mohon memberikan saran dengan meninggalkan komentar. Terimakasih J


Daftar Pustaka
Siagian, Sondang. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara

Minggu, 26 Februari 2017

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang untuk saling bekerjasama dalam mencapai tujuan. Pada pencapaian tujuan tersebut dapat dipastikan harus mencapai kesepakatan antara anggota organisasi tersebut. Kesepakatan tidak akan terwujud apabila tidak ada persamaan pandangan dari masing-masing anggota organisasi tersebut. Proses menyamakan pandangan dari masing-masing anggota organisasi sungguh tidak mudah. Anggota organisasi adalah manusia yang memiliki karakter dan pemikiran yang berbeda-beda. Perbedaan itulah yang harus diproses agar dapat menjadi sama. Proses itulah yang dinamakan dengan manajemen sumber daya manusia.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sangat dibutuhkan dalam mengelola organisasi, organisasi publik maupun organisasi swasta. MSDM berarti mengelola manusia atau orang yang berada di lingkungan organisasi tersebut agar mau dan mampu untuk mencapai beberapa tujuan yang telah direncanakan dan disepakati oleh seluruh warga di dalam organisasi tersebut. Manusia yang mempunyai akal pikiran membuatnya menjadi berbeda-beda antara manusia satu dan lainnya. Perbedaan tersebut akan menjadi konflik apabila tidak dapat dikelola dengan baik oleh manajer di dalam organisasi. Untuk dapat mengelolanya dengan baik maka kita harus memahami terlebih dahulu mengenai dasar-dasar manajemen sumber daya manusia, dengan memulainya pada pembahasan makna dari manajemen sumber daya manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas mengenai pengertian-pengertian manajemen sumber daya manusia beserta contoh dalam implementasinya.

1.2  Rumusan Masalah
Dari penjelasan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.2.1                  Apa pengertian dari Manajemen Sumber Daya Manusia?
1.2.2                  Bagaimana implementasi Manajemen Sumber Daya Manusia di dalam organisasi publik?


BAB II. LANDASAN TEORI

2.1. Pandangan umum mengenai Manajemen Sumberdaya Manusia
Manajemen sumberdaya manusia menurut Flippo dalam Handoko (1998), yaitu penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Pengertian ini menekankan bahwa keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumberdaya manusia di dalam organisasi tersebut. Mary Parker Follet dalam Handoko (1998), juga mengartikan manajemen sebagai seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Hal tersebut mempunyai makna bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan, atau dengan kata lain dengan tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.
Manajemen sumber daya manusia digunakan manajer untuk mengelola anggota atau manusia yang ada didalam organisasi tersebut. Hal demikian dikarenakan manusia mempunyai karakter yang berbeda-beda, sehingga apabila manajer tidak dapat mengelolanya akan menjadi dampak yang buruk dalam pencapaian tujuan oganisasi. Menurut Ivancevich, dkk (2006), menyatakan bahwa perbedan individu membentuk perilaku organisasi, dan pada akhirnya, keberhasilan individu dan organisasi. Dengan demikian pengelolaan yang baik terhadap manusia yang ada di dalam organisasi akan berimplikasi pada peluang keberhasilan organisasi tersebut dalam pencapaian tujuan organisasi dengan tidak mengabaikan tujuan individu-individu didalamnya.
Pengelolaan sumber daya manusia yang baik dapat berpengaruh pada produktivitas kerja karyawan. Motivasi karyawan menjadi besar untuk bekerjakeras dalam hal pencapaian tujuan organisasi tersebut, karena karyawan merasa dihargai oleh manajer atau pimpinannya, diperlakukan seperti halnya manusia pada umumnya, bukan malah sebaliknya. Pada teori motivasi yang dipelopori oleh Abraham H. Maslow dalam Siagian (2003), menekankan bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang sangat kompleks, tidak hanya menyangkut peningkatan taraf hidup dalam arti kebendaan, akan tetapi ada bagai kebutuhan lain, seperti keamanan, sosial, prestise, pengembangan diri, yang harus dipenuhi dan dipuaskan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa manusia adalah unsur terpenting dalam setiap dan semua organisasi, keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya serta kemampuannya menghadapi berbagai tantangan, baik yang sifatnya eksternal maupun internal, sangat ditentukan oleh kemampuan mengelola sumber daya manusia dengan setepat-tepatnya.


BAB III. PEMBAHASAN
3.1  Apa pengertian dari Manajemen Sumber Daya Manusia?
Ketika kita mendengar kata ‘Manajemen’ sering kali kita memaknai dengan ‘cara mengatur’, entah itu mengatur waktu atau mengatur orang untuk mencapai beberapa tujuan yang kita kehendaki. Sebenarnya bukan hanya dua hal itu saja, melainkan manajer juga dapat mengelola bahan mentah, alat-alat kerja, mesin-mesin produksi, uang, dan lingkungan kerja dalam upaya pencapaian tujuan. Manajemen juga sering kita maknai dengan proses planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controling (pengontrolan) atau biasa kita menyebutnya POAC. POAC dapat diimplementasikan pada beberapa hal, yaitu pada proses produksi, pemasaran, keuangan, dan dalam melakukan pengendalian kepegawaian. Pembahasan kali ini kita fokus pada manajemen sumber daya manusia (MSDM). MSDM dapat diartikan sebagai salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.
 Manajemen sumber daya manusia mempunyai beberapa persamaan makna pada istilah-istilah berikut ini, diantaranya manajemen sumberdaya insani, manajemen sumber daya personalia, manajemen sumber daya kepegawaian, manajemen sumber daya perburuhan, manajemen sumber daya tenaga kerja, administrasi kepegawaian, dan administrasi personalia. Semuanya mempunyai makna yang sama, perbedaannya terdapat pada lembaga-lembaga yang menaunginya. Sebagai contoh: manajemen sumber  daya kepegawaian merupakan pengelolaan oleh manajer atau pimpinan pada organisasi sektor publik, sedangkan manajemen sumber daya personalia merupakan pengelolaan oleh manajer atau pimpinan pada organisasi sektor swasta.
Ada beberapa sasaran manajemen sumber daya manusia, diantaranya adalah sasaran perusahaan, sasaran fungsional, sasaran sosial, dan sasaran pribadi karyawan. Sasaran perusahaan menitikberatkan pada cara pelayanan yang menyenangkan dapat disediakan oleh organisasi. Sasaran fungsional merupakan sasaran yang ditujukan pada internalnya, artinya bagaimana karyawan dapat bekerja secara maksimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sasaran sosial ditujukan kepada masyarakat pengguna jasa organisasi tersebut, dan yang terakhir adalah sasaran pribadi karyawan, yaitu memberikan pelatihan kepada karyawan.
Ada beberapa hal yang menjadi tujuan akhir dari MSDM. Hal-hal tersebut diantaranya adalah:
1.         Terwujudnya efisiensi, efektifitas, dan produktifitas karyawan.
2.         Rendahnya tingkat perpindahan pegawai.
3.         Rendahnya tingkat absensi.
4.         Tingginya kepuasan kerja karyawan.
5.         Tingginya kualitas pelayanan.
6.         Rendahnya komplain dari pelanggan.
7.         Meningkatnya bisnis perusahaan.
Tujuan-tujuan akhir tersebut dapat dicapai dengan pengelolaan sumber daya manusia yang baik didalam organisasi. Pengelolaan yang baik tidak mudah dilaksanakan begitu saja, karena ada tantangan-tantangan yang dapat menghambat dalam upaya pencapaian tujuan tersebut. Tantangan-tangan tersebut diantaranya adalah persaingan global, pengangguran, tanggungjawab sosial, kebutuhan dasar(sandang, papan, pangan), masalah etika, keragaman dunia kerja, pertumbuhan, sampai pada masalah yang tidak teridentifikasi. Dengan demikian manajer juga dituntut untuk selalu berinovasi dalam mengelola sumber daya manusia dalam organisasi tersebut, sehingga dapat mencapai pada tujuan organisasi yang sudah direncanakan.

3.2  Bagaimana implementasi Manajemen Sumber Daya Manusia di dalam organisasi publik?
Implementasi MSDM akan dipaparkan dalam bentuk studi kasus. Ada MSDM yang baik dan ada pula yang kurang baik. Kasus yang akan dipaparkan adalah pengalaman pribadi penulis. Kedua organisasi ini merupakan organisasi publik, namun mempunyai pelayanan yang berbeda. Pelayanan tersebut dapat berbeda karena perbedaan pengelolaan sumberdaya manusia didalam masing-masing organisasi tersebut. Organisasi tersebut adalah PTKAI dan Universitas.
PTKAI mempunyai pelayanan yang cukup baik. Mulai dari pemesanan tiket yang dapat dilakukan melalui online, pelayanan yang sangat ramah, adanya custommer servise (CS) yang sangat membantu calon penumpang apabila ada kebingungan-kebingungan, di CS kita dapat melakukan pembatalan jadwal pemberangkatan. Selain itu di dalam kereta kita mendapatkan kenyamanan dalam perjalanan, karena semua gerbong kereta sudah menggunakan AC, meskipun kereta kelas ekonomi. Semua hal tersebut dapat dicapai karena ada koordinasi yang baik di dalam organisasi ini.
Universitas merupakan organisasi publik yang bergerak pada sektor pendidikan. Kali ini penulis akan membahas manajemen sumberdaya manusia di Universitas Jember. Universitas ini sebenarnya juga sudah mengimlementasikan mengenai e-register, e-learning, dan elektronik-elektronik lainnya, tetapi ada hal yang pernah penulis alami dalam mengurus penundaan pembayaran UKT secara online. Penulis harus menemui beberapa bagian yang tertera dalam kolom persetujuan, padahal seharusnya hanya tinggal menunggu satu hari saja, yang terjadi adalah beberapa hari. Jadi, penggunaan pelayanan secara online dilakukan tidak secara optimal, karena dalam prakteknya masih dilakukan secara manual. Selain itu, penulis mengalami beberapa kali pelayanan yang dapat dibilang tidak seharusnya didapatkan pada organisasi pendidikan ini. Indikator pelayanan baik adalah pelayanan ramah, waktu pelayanan dapat diprediksi, dan pelayanan dilaksanakan secara cepat. Birokrasi yang ada di universitas sangat ribet dan penuh dengan ketidakpastian. Untuk mengurus surat tugas lomba saja membutuhkan waktu hampir satu minggu. Selain waktunya yang lama, pelayanannyapun tidak ramah. Alur dalam penurunan surat tugas sangat rancu. Beberapa kali penulis harus bolak-balik dari rektorat ke fakultas bahkan antara satu bagian ke bagian lain. Koordinasi yang terjadi masih buruk, saling memberi ketidakpastian, dan jarang memberi solusi.
Dari kedua organisasi diatas dapat kita lihat perbedaannya dalam melakukan pelayanan publik. Kedua organisasi tersebut merupakan contoh kongkrit dari pengaturan SDM atau MSDM. Sayangnya implementasi MSDM yang ada di Indonesia ini, terutama pada organisasi publik, lebih banyak yang belum baik. Masih banyak masyarakat yang mendapatkan pelayanan kurang baik karena kurangnya koordinasi di dalam organisasi tersebut.


BAB IV. PENUTUP

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan proses dalam mengatur orang yang ada dalam organisasi, mulai dari tahap merencanakan, mengorganisasi, pelaksanaan, dan pengontrolan untuk upaya pencapaian tujuan organisai dengan tidak mengesampingkan tujuan individu-individu yang ada didalam organisasi tersebut. Mangatur manusia atau orang itu tidak mudah karena antara orang satu dan lainnya mempunyai karakter yang berbeda-beda, sehingga mempunyai cara yang berbeda pula untuk mengaturnya. Manajer harus dapat melakukan inovasi-inovasi untuk mengelola SDM yang ada, harus dapat memperlakukan orang-orang di organisasi dengan baik, istilah yang sering digunakan adalah memanusiakan manusia dalam organisasi agar mereka dapat lebih produktif dalam bekerja.
Implementasi MSDM yang ada pada organisasi publik masih beragam, artinya belum semuanya dapat dikatakan baik. Indikator untuk melihatnya, penulis menggunakan tingkat kepuasan dalam mendapatkan pelayanan publik. Dari kedua organisasi yang sudah dicontohkan diatas terlihat jelas, bagaimana akibat dari koordinasi yang baik dan belum baik. Koordinasi yang buruk atau belum baik akan berpengaruh pada pelayanan yang buruk dan membuat tingkat  kepuasan rendah. Memperbaiki pengaturan sumberdaya manusia didalam organisasi berarti sama dengan memperbaiki pelayanan publik yang berimplikasi pada peningkatan kepuasan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Ivancevich, John M, dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Tanpa kota: Erlangga
Siagian, Sondang. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara






KEGAGALAN PEMERINTAH DALAM PENERAPAN PRINSIP REIVENTING GOVERNMENT ‘PEMERINTAHAN MILIK RAKYAT’ DI ACEH

ARTIKEL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Teori Organisasi dan Birokrasi
Dosen Pengampu: Drs. Kholik Azhari, M.Si


Oleh:
1.      Nissa’ Dian K.S.                  (150910201010)
2.      Woni Tri Marsi                     (150910201020)
3.      Muhammad Yazid H.          (150910201030)
4.      Tommi Indracesar                (150910201040)
5.      Lella Nurhayati                    (150910201050)
6.      Nafiatus Saputri                   (150910201060)


PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2016

Realita dalam Penerapan Pemerintahan Milik Rakyat
Birokrasi bisa juga disebut dengan pengorganisasian yang biasanya dilakukan oleh pemerintah atau lembaga pemerintah.  Dalam perkembangannya, birokrasi mengalami beberapa kali perombakan.  Hal tersebut dikarenakan pemerintah membutuhkan pembaharuan sistem agar birokrasi semakin baik. Saat ini birokrasi yang diterapkan adalah Reinventing Goverment. Menurut David Osborn dan Peter Plastrik (2004) Reinventing Goverment  merupakan transformasi system dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatisdalam efektifitas, efisiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Didalam reinventing goverment terdapat beberapa prinsip salah satunya “Pemerintah adalah milik rakyat” dimana rakyat mempunyai hak penuh untuk memberi kontrol pada pemerintah, sehingga pemerintah tidak bisa semena-mena dalam melayani rakyat. Rakyat berkedudukan sebagai citizen yang harus mendapatkan pelayanan prima dari pemerintah.
Realitanya, tidak semua pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyat dapat dirasakan sehingga mengakibatkan ketidakpemerataan pelayanan, salah satunya yang terjadi di Aceh. Hal tersebut mengakibatkan adanya kecemburuan sosial yang terjadi pada tahun 1970. Jumlah pengangguran yang membengkak seiring dengan pertumbuhan rakyat di Aceh. Presiden Soekarno menjanjikan diterapkannya syariat Islam setelah kemerdekaan berakhir, akan tetapi janji tersebut tidak pernah dipenuhi. Aceh diberikan status Daerah Istimewa Aceh tetapi masyarakat aceh tidak pernah merasakan keistimewaan tersebut, karena pemerintah pusat tidak pernah memberikan fasilitas dengan perangkat hukum, perundang – undangan, dan anggaran guna merealisasikan keistimewaan tersebut. Selain itu,  faktor kebijakan Orde Baru yang di tekankan pada pembangunan yang sentralistik dengan didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik juga tidak memberikan dampak positif terhadap Aceh. Hal yang demikian mengakibatkan hubungan pusat dan daerah menjadi tidak harmonis, inilah yang menjadi pusat dari dua gerakan separatis utama di Aceh. Setelah pemberontakan DI/ TII pada tahun 1953 kekecewaan rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat kembali dan rakyat Aceh kembali terefleksikan dalam pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) yang diproklamasikan pada 4 Desember 1976 oleh Hasan Tiro.
Sampai saat ini GAM masih aktif di Aceh. Apabila ada gejolak politik yang dirasa merugikan Aceh,  GAM akan menjadi barisan paling depan dalam menuntut pemerintah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemerintah tetap harus waspada dengan GAM, karena pada realitanya pemerintahan milik rakyat yang sebenarnya memang belum dapat terimplementasikan dengan baik diseluruh Indonesia, termasuk juga di Aceh.
Reinventing Government
Optimalisasi pelayanan publik oleh pemerintah telah lama berkembang dalam studi administrasi publik. Sejak beberapa dekade lalu, polemik sudah terjadi dikalangan para pakar mengenai cara untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan efisien, tanggap, dan akuntabel. Masing-masing pakar memaparkan teori dan atau membantah dan memperbaiki teori yang ada sebelumnya. Pelayanan publik di Indonesia saat ini masih belum optimal, terbukti dengan adanya masalah-masalah yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun ini mengenai ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah. Dalam mengupayakan optimalisasi pelayanan publik untuk rakyat, pemerintah menganut prinsip yang di gagaskan oleh Osborne dan Gaebler (2004) tentang Reinventing Government, prinsip ini mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi dan untuk optimalisasi pelayanan publik. 10 prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Pemerintahan katalis: mengarahkanketimbang mengayuh (Steering Rather Than Rowing ).
2.      Pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani( Empowering raher than Serving ).
3.      Pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalampemberian pelayanan( Injecting Competition into service Delivery ).
4.      Pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yangdigerakkan oleh peraturan(Transforming Rule-Driven Organizations) menjadi digerakkan oleh misi (mission-driven).
5.      Pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan ( Funding outcomes, Not input ).
6.      Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan,bukan boirokrasi( Meeting the Needs of Customer, not be Bureaucracy ).
7.      Pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan (Earning Rather than Spending).
8.      Pemerintahan antisipatif(anticipatory government): mencegah daripada mengobati( Preventon Rather than Cure).
9.      Pemerintahan desentralisasi(decentralized government): dari hierarki menuju partisipasi dan timkerja ( From Hierarchy to Participation and Teamwork ).
10.  Pemerintahan berorientasi pasar: mendongkrakperubahan melalui pasar(market oriented government).
Kali ini, fokus pembahasan terletak pada prinsip kedua yaitu pemerintahan milik rakyat berarti memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat. Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat, tanggung jawabnya belum berakhir. Pemerintah mungkin tidak lagi memproduksi jasa, tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi.Pemerintah milik rakyat yang dapat pula diartikan mendorong mekanisme control atas pelayanan lepas dari birokrasi dan diserahkan kepada masyarakat. Masyarakat dapat membangkitkan komitmen mereka yang lebih kuat, perhatian lebih baik dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah. Mengurangi ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Dengan adanya prinsip ini, Pemerintah sebaiknya memberi wewenang kepada masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang mampu menolong dirinya sendiri (community self-help). Dengan adanya kontrol dari masyarakat, aparatur pemerintahan (pejabat eksekutif dan legislatif) akan memiliki komitmen yang lebih baik dan lebih peduli serta lebih kreatif dalam memecahkan masalah.
Adanya Gerakan Aceh Merdeka ketika di benturkan sama teori yang ada maka analisis yang digunakan ialah pendekatan pemerintah serta pemerataan pembangungan baik di bidang SDM maupun SDA. Adanya pemerintahan milik rakyat artinya trias Politica yaitu dari, oleh, untuk rakyat seharusnya menjadi pedoman utuh pemerintah dalam menjalankan wewenangnya , masyarakat bukan menjadi objek untuk pelayanan publik tetapi masyarakat berhak menentukan layanan apa saja yang berhak masyarakat terima karena rakyat juga sebagai subjek dari pelayanan tersebut. Masyarakat Aceh yang ikut dalam GAM menilai pemerintah cuma memfokuskan pembangunan di daerah jawa dan hal itu lah dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang salah satunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi. Padahal jika ditinjau dari pemasukan dana ke APBN maka aceh jauh lebih tinggi dibandin dengan daerah yang ada di jawa tetapi keterbalikan terjadi di infrastruktur dan pembangunan lainnya aceh di aak tirikan padahal aceh juga termasuk daerah memiliki keistimewaan sama halnya provinsi Yogyakarta. Pemerintah yang ada di aceh sendiri tidak terlalu memperdulikan rakyat tetapi lebih mementingkan kepentingan pribadi karena masyarakat aceh dinilai pemerintah cukup makmur dengan kondisi alam yang ada tetapi di lihat dari segi fisik dan pengelolaan sumber daya yang ada masyarakat aceh tertinggal sehingga masyarakat aceh menjadi buruh atau budak di negeri sendiri yang dipimpin oleh orang non-aceh. Banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di aceh sehingga banyak oknum yang memanfaatkan kan kondisi tersebut untuk memberontak supaya lepas dari NKRI mulai dari sistem hukum yang berbeda, budaya religius dan sumber daya alam yang melimpah. Dan di sisi lain di aceh banyak mafia-mafia yang tumbuh pesat hal itulah yang mendorong banyaknya atau maraknya isu aceh lepas dari NKRI karena sistem yang dipakai oleh indonesia terlalu ketat dan para mafia tidak bisa bergerak bebas seperti mafia Narkoba, mafia perdagangan manusia dan sebagainya.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan bentuk kekecewaan yang diakibatkan oleh pemerintah pusat yang menganut paham sentralisme. GAM dideklarasikan oleh Hasan Tiro pada tahun 1976. Tidak hanya itu Aceh juga turut mendukung perjuangan Indonesia dalam menghadapi Belanda guna mempertahankan kemerdekaan. Aceh turut menyumbangkan kontribusi yang cukup besar bahkan disebut sebagai daerah modal Republik Indonesia oleh Soekarno.
            Pada awal tahun 1970 terjadi kecemburuan-kecemburuan sosial pada masyarakat Aceh menjadikan kondisi Aceh menjadi beda. Penemuan sumbergas di Arum, lalu pembukaan sejumlah kilang raksasa lainya di zona industri Lhoksumawe adalah faktor lain yang tak bisa dipisahkan dari warna konflik setempat. Jumlah pengangguran yang membengkak seiring tumbuhnya generasi pencari kerja baru di Aceh makin menyuburkan kondisi kecemburuan sosial.
            Masyarakat Aceh adalah masyarakat yang memiliki identitas kultural yang dijunjung tinggi keberadaanya. Kultural di Aceh ini sangat erat dengan nilai-nilai Islam. Kuatnya cultural tersebut menyebabkan Aceh menuntut diterapkanya identitas keislaman di Aceh. Selanjutnya yaitu kebijakan pemerintah OrdeBaru yaitu yang menekankan pada pembangunan dengan didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik. Aset-aset sumberdaya alam di Aceh diesploitasi dalam konteks pembangunan ini. Hubungan pusat dengan daerah yang tidak harmoni sinilah yang menjadi pusat dari dua gerakan sparatisme di Aceh. Setelah pemberontakan DI/TII tahun 1953 kekecewaan rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat kembali terefleksikan dalam pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang diproklamasikan oleh Hasan Tiro pada tahun 1976.
Ada beberapa faktor penyebab Gerakan Aceh Merdeka (GAM), diantaranya adalah:
FAKTOR EKONOMI
Adanya eksploitasi ekonomi menjadi akar konflik yang patut dicermati. Aceh adalah daerah yang kaya dengan sumber daya alam. Terbukti dengan ditemukanya ladang gasalam Arun. Sejak beroperasinya kilang  gas Arun pada tahun 1977 di Lhoksumawe, menjadikan Aceh sebagai kawasan industri strategis. Kestrategisan ini bertambah dengan berdirinya pabrik pupuk Iskandar Muda dan pabrik pupuk Asean serta pabrik kertas PT Kraft. Kekayaan Aceh ini terus digali, serta beroperasinya perusahaan-perusahaan Nasional ini menjadikan Aceh penyumbang devisa negara yang tidak sedikit. Sebagai gambaran pada tahun 1993 dari 6,44 triliun penghasilan bersih negara dari sector migas hanya 453,9 milyar yang kembali ke Aceh. Kekayaan daerah Aceh tersebut terserap kepemerintah pusat tanpa pengembalian yang sepadan ke Aceh untuk keperluan pembangunan, sehingga Aceh mengalami ketertinggalan dari provinsi yang lainya.
FAKTOR BUDAYA
Sejak dahulu Aceh adalah daerah istimewa yang berbeda dengan daerah lainya di Nusantara. Selain memegang teguh prinsip syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari, Aceh merupakan  kesultanan yang merdeka sebelum datangnya kolonil Belanda tahun 1873, ditambah lagi Aceh memiliki identitas regional, etnis dan nasionalisme yang kuat. Keinginan Aceh untuk melaksanakan syariat Islam begitu kuatnya mendapatkan tantangan keras dari pemerintah pusat, karena keinginan kuat tersebut dianggap pemerintah dapat memecah belah Indonesia yang baru. Pikiran ini justru sangat bertentangan bagi rakyat Aceh yang menganggapi justru pemerintahan Soekarno tidak sesuai dengan sila pertama. Usaha masyarakat Aceh untuk melestarikan seperti yang dijelaskan diatas dianggap sebagai ancaman pada masa pemerintahan Soekarno dan ideologi pembangunan yang sentralistik pada masa pemerintahan Soeharto.
FAKTOR KEKECEWAAN-KEKECEWAAN YANG DIRASAKAN MASYARAKAT ACEH
Presiden Soekarno tidak memenuhi janjinya yaitu diterapkanya syariat Islam di Aceh setelah perjuangan kemerdekaan berakhir. Aceh tidak diberi otonomi dengan penerapan syariat Islam seperti yang telah dijanjikan, tetapi Aceh justru dimasukkan kedalam Provinsi Sumatera Utara. Kekecewaan ini menghasilkan pemberontakan DI/TII tahun 1953. Selain itu walaupun diberikan status Daerah Istimewa Aceh, masyarakat Aceh sama sekali tidak merasakan keistimewaan tersebut. Hal ini disebabkan karena pemerintah pusat tidak memfasilitasinya dengan perangkat hukum, perundang-undangan dan peraturan maupun penyediaan anggaran yang memadai untuk merealisasikan keistimewaan tersebut. Akibatnya, keistimewaan tersebut hanya merupakan simbol kosong.
Hal-hal yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pemerintah diharapkan lebih cerdas dalam menanggapi masalah dan pemerintah harus lebih melayani rakyat jangan hanya rakyat saja yang harus melayani pemerintah. Pemerintah harus memegang teguh semboyan NKRI yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu, pemerintah diharapkan tidak pilih kasih atau menganaktirikan provinsi manapun yang ujung-ujungnya akan mengancam kesatuan Indonesia, untuk masyarakat dihimbau untuk saling toleransi dan diharapkan menjauhkan diri dari tindakan SARA. Sekalipun ingin menyuarakan keadilan hendaklah dilakukan dengan kepala dingin dan tanpa kekerasan, karena yang akan menjadi korban dari kekerasan tersebut adalah dari masyarakat itu sendiri. Rasa saling percaya dan saling membutuhkan dengan pemerintah diharapkan bias memupuk nasionalisme dan menjauhkan diri dari separatisme.


Sumber:
Osborn, David dan Peter Plastrik. 2004. Memangkas Birokrasi. Jakarta. CV Teruna Geafica